As of 18 August 2010, you must register to edit pages on Rodovid (except Rodovid Engine).

Abdul Harris Nasution Jendral TNI AD b. 3 December 1918 d. 6 September 2000

From Rodovid EN

Person:743390
Jump to: navigation, search
Lineage Nasution
Sex Male
Full name (at birth) Abdul Harris Nasution Jendral TNI AD
Parents

Abdul Halim Nasution [Nasution]

Wiki-page Abdul_Haris_Nasution
Reference numbers Ditulis Ulang dari Buku "Mengawal Nurani Bangsa" Karya Jenderal Besar DR. Abdul Haris Nasution, Terbitan : Yayasan Kasih Adik bekerja sama dengan DisbintalAD – 2008)
[1]

Events

3 December 1918 birth: Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara

child birth: Hendriyanti Sahara Nasution [Nasution]

marriage: Raden Ayu Johanna Soenarti [Ki Ageng Brondong] b. 1 November 1923 d. 20 March 2010

19 February 1960 child birth: Ade Irma Suryani Nasution [Nasution] b. 19 February 1960 d. 6 October 1965

6 September 2000 death: Jakarta

Notes

Jendral Abdul Haris Nasution lahir di Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918, Pria Tapanuli ini lebih menjadi seorang jenderal idealis yang taat beribadat. Ia tak pernah tergiur terjun ke bisnis yang bisa memberinya kekayaan materi. Kalau ada jenderal yang mengalami kesulitan air bersih sehari-hari di rumahnya, Pak Nas orangnya. Tangan-tangan terselubung memutus aliran air PAM ke rumahnya, tak lama setelah Pak Nas pensiun dari militer. Untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, keluarga Pak Nas terpaksa membuat sumur di belakang rumah. Sumur itu masih ada sampai sekarang.

Memang tragis. Pak Nas pernah bertahun-tahun dikucilkan dan dianggap sebagai musuh politik pemerintah Orba. Padahal Pak Nas sendiri menjadi tonggak lahirnya Orba. Ia sendiri hampir jadi korban pasukan pemberontak yang dipimpin Kolonel Latief. Pak Nas-lah yang memimpin sidang istimewa MPRS yang memberhentikan Bung Karno dari jabatan presiden, tahun 1967.

Pak Nas, di usia tuanya, dua kali meneteskan air mata. Pertama, ketika melepas jenazah tujuh Pahlawan Revolusi awal Oktober 1965. Kedua, ketika menerima pengurus pimpinan KNPI yang datang ke rumahnya berkenaan dengan penulisan buku, Bunga Rampai TNI, Antara Hujatan dan Harapan.

Apakah yang membuatnya meneteskan air mata? Sebagai penggagas Dwi Fungsi ABRI, Pak Nas ikut merasa bersalah, konsepnya dihujat karena peran ganda militer selama Orba yang sangat represif dan eksesif. Peran tentara menyimpang dari konsep dasar, lebih menjadi pembela penguasa ketimbang rakyat.

Pak Nas memang salah seorang penandatangan Petisi 50, musuh nomor wahid penguasa Orba. Namun sebagai penebus dosa, Presiden Soeharto, selain untuk dirinya sendiri, memberi gelar Jenderal Besar kepada Pak Nas menjelang akhir hayatnya. Meski pernah “dimusuhi” penguasa Orba, Pak Nas tidak menyangkal peran Pak Harto memimpin pasukan Wehrkreise melancarkan Serangan Umum ke Yogyakarta, 1 Maret 1949.

Pak Nas dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya melawan kolonialisme Belanda. Tentang berbagai gagasan dan konsep perang gerilyanya, Pak Nas menulis sebuah buku fenomenal, Strategy of Guerrilla Warfare.

Buku ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing, jadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite bagi militer dunia, West Point Amerika Serikat (AS). Dan, Pak Nas tak pernah mengelak sebagai konseptor Dwi Fungsi ABRI yang dikutuk di era reformasi. Soalnya, praktik Dwi Fungsi ABRI menyimpang jauh dari konsep dasar.

Jenderal Besar Nasution menghembuskan nafas terakhir di RS Gatot Subroto, pukul 07.30 WIB (9/9-2000), pada bulan yang sama ia masuk daftar PKI untuk dibunuh. Ia nyaris tewas bersama mendiang putrinya, Ade Irma, ketika pemberontakan PKI (G-30-S) meletus kembali tahun 1965. Tahun 1948, Pak Nas memimpin pasukan Siliwangi yang menumpas pemberontakan PKI di Madiun.

Usai tugas memimpin MPRS tahun 1972, jenderal besar yang pernah 13 tahun duduk di posisi kunci TNI ini, tersisih dari panggung kekuasaan. Ia lalu menyibukkan diri menulis memoar. Sampai pertengahan 1986, lima dari tujuh jilid memoar perjuangan Pak Nas telah beredar. Kelima memoarnya, Kenangan Masa Muda, Kenangan Masa Gerilya, Memenuhi Panggilan Tugas, Masa Pancaroba, dan Masa Orla. Dua lagi memoarya, Masa Kebangkitan Orba dan Masa Purnawirawan, sedang dalam persiapan. Masih ada beberapa bukunya yang terbit sebelumnya, seperti Pokok-Pokok Gerilya, TNI (dua jilid), dan Sekitar Perang Kemerdekaan (11 jilid).

Ia dibesarkan dalam keluarga tani yang taat beribadat. Ayahnya anggota pergerakan Sarekat Islam di kampung halaman mereka di Kotanopan, Tapanuli Selatan. Pak Nas senang membaca cerita sejarah. Anak kedua dari tujuh bersaudara ini melahap buku-buku sejarah, dari Nabi Muhammad SAW sampai perang kemerdekaan Belanda dan Prancis.

AMS-B (SMA Paspal) 1938, Pak Nas sempat menjadi guru di Bengkulu dan Palembang. Tetapi kemudian ia tertarik masuk Akademi Militer, terhenti karena invasi Jepang, 1942. Sebagai taruna, ia menarik pelajaran berharga dari kekalahan Tentara Kerajaan Belanda yang cukup memalukan. Di situlah muncul keyakinannya bahwa tentara yang tidak mendapat dukungan rakyat pasti kalah.

Dalam Revolusi Kemerdekaan I (1946-1948), ketika memimpin Divisi Siliwangi, Pak Nas menarik pelajaran kedua. Rakyat mendukung TNI. Dari sini lahir gagasannya tentang perang gerilya sebagai bentuk perang rakyat. Mtode perang ini dengan leluasa dikembangkannya setelah Pak Nas menjadi Panglima Komando Jawa dalam masa Revolusi Kemerdekaan II (948-1949).

Pak Nas muda jatuh cinta pada Johana Sunarti, putri kedua R.P. Gondokusumo, aktivis Partai Indonesia Raya (Parindra). Sejak muda, Pak Nas gemar bermain tenis. Pasangan itu berkenalan dan jatuh cinta di lapangan tenis (Bandung) sebelum menjalin ikatan pernikahan. Pasangan ini dikaruniai dua putri (seorang terbunuh).

Pengagum Bung Karno di masa muda, setelah masuk di jajaran TNI, Pak Nas acapkali akur dan tidak akur dengan presiden pertama itu. Pak Nas menganggap Bung Karno campur tangan dan memihak ketika terjadi pergolakan di internal Angkatan Darat tahun 1952. Ia berada di balik ”Peristiwa 17 Oktober”, yang menuntut pembubaran DPRS dan pembentukan DPR baru. Bung Karno memberhentikannya sebagai KSAD.

Bung Karno akur lagi dengan Pak Nas, lantas mengangkatnya kembali sebagai KSAD tahun 1955. Ia diangkat setelah meletusnya pemberontakan PRRI/Permesta. Pak Nas dipercaya Bung Karno sebagai co-formatur pembentukan Kabinet Karya dan Kabinet Kerja. Keduanya tidak akur lagi usai pembebasan Irian Barat lantaran sikap politik Bung Karno yang memberi angin kepada PKI.

Namun, dalam situasi seperti itu Pak Nas tetap berusaha jujur kepada sejarah dan hati nuraninya. Bung Karno tetap diakuinya sebagai pemimpin besar. Suatu hari tahun 1960, Pak Nas menjawab pertanyaan seorang wartawan Amerika, ”Bung Karno sudah dalam penjara untuk kemerdekaan Indonesia, sebelum saya faham perjuangan kemerdekaan”.?

Gaya hidup bersahaja dibawa Jenderal Besar A.H. Nasution sampai akhir hayatnya, 6 September 2000. Ia tak mewariskan kekayaan materi pada keluarganya, kecuali kekayaan pengalaman perjuangan dan idealisme. Rumahnya di Jalan Teuku Umar, Jakarta, tetap tampak kusam, tak pernah direnovasi. Namun Tuhan memberkatinya umur panjang, 82 tahun.

Biodata Jendral Abdul Haris Nasution

Nama: Abdul Haris Nasution Pangkat: Jenderal Bintang Lima Lahir : Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918 Meninggal: Jakarta, 6 September 2000 Agama : Islam Istri: Ny Johanna Sunarti

Pendidikan : = HIS, Yogyakarta (1932) = HIK, Yogyakarta (1935) = AMS Bagian B, Jakarta (1938) = Akademi Militer, Bandung (1942) = Doktor HC dari Universitas Islam Sumatera Utara, Medan (Ilmu Ketatanegaraan, 1962) = Universitas Padjadjaran, Bandung (Ilmu Politik, 1962) = Universitas Andalas, Padang (Ilmu Negara 1962) = Universitas Mindanao, Filipina (1971)

Karir : = Guru di Bengkulu (1938) = Guru di Palembang (1939-1940) = Pegawai Kotapraja Bandung (1943) = Dan Divisi III TKR/TRI, Bandung (1945-1946) = Dan Divisi I Siliwangi, Bandung (1946-1948) = Wakil Panglima Besar/Kepala Staf Operasi MBAP, Yogyakarta (1948) = Panglima Komando Jawa (1948-1949) = KSAD (1949-1952) = KSAD (1955-1962) = Ketua Gabungan Kepala Staf (1955-1959) = Menteri Keamanan Nasional/Menko Polkam (1959-1966) = Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi (1962-1963) = Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi (1965) = Ketua MPRS (1966-1972)

Alamat Rumah : Jalan Teuku Umar 40, Jakarta Pusat Telp: 349080

Sources

  1. - JENDERAL BESAR DR.ABDUL HARIS NASUTION, : Riwayat Hidup, dan Karya-Karyanya R I W A Y A T H I D U P ABDUL HARIS NASUTION lahir di Kotanopan, Tapanuli Selatan (*sekakarang Kabupaten Mandailing Natal), Sumatera Utara, tanggal 3 Desember 1918 dari pasangan H.A.Halim Nasution (petani) dan H.Zaharah Lubis. A.H. Nasution menyelesaikan pendidikan di : H.I.S Kotanopan 1932, H.I.K Bukit Tinggi 1935, H.I.K Bandung 1935-1938, K.M.A (Akademi Militer Bandung) 1940 – 1942. Menikah dengan J.Sunarti Gondokusumo di Ciwidey Bandung tanggal 30 Mei 1947 dan dikaruniai dua orang puteri yaitu Hendriyanti Saharah dan Ade Irma Suryani (gugur 1 Oktober 1965). (Dengan tibanya saat pensiun maka SPRI ( Drs.Moela Marboen) menyusun riwayat hidupnya dengan menggunakan apa-apa yang sudah tertulis). Sebagai berikut : Di Masa Hindia Belanda 1938 : Pada waktu bersamaan ia menempuh ujian H.I.K (guru) dan A.M.S (SMA) bagian B dan memperoleh 2 ijazah, karena ingin meneruskan pelajaran ke Perguruan Tinggi, kalau kelak ada kesempatan pembiayaan. Sementara itu bekerja sebagai guru di Bengkulu dan kemudian Palembang. 1940-1942 : Setelah pecah perang dunia di Eropa, masuk Korps Pendidikan dan Perwira Cadangan lalu Akademi Militer ( KMA). Pada saat agresi Jepang jadi Letnan Muda Taruna bertugas di Batalyon Inf.III Surabaya, ditempatkan di daerah Pelabuhan yang dewasa itu tiap hari dibom oleh AU Jepang, tapi berangsur-angsur mundur, dan akhirnya kacau balau karena serangan udara Jepang di Porong dan terus munur ke arah timur. (Setelah melarikan diri dari bivak interniran di bilangan Jember, bersepeda selama 2-3 minggu menuju Sukabumi, dapatlah ia mengetahui keadaan kota-kota sepanjang keresidenan yang dilewatinya. Ternyata cukup banyak vakum, dimana tentara Belanda telah tiada, tapi Jepang belum masuk. Namun gerakan nasional kita belum dapat memanfaatkannya seperti kelak kita ketahui dilakukan oleh Aung San di Birma, yang berhasil menghadirkan pemerintahan nasional dan pasukan nasional pihak ke-3) Masa Pendudukan Militer Jepang 1942 – 1945 Pegawai Kotapraja Bandung dan pemimpin Barisa Pemuda dan Wakil Komandan Batalyon Barisan Pelopor serta anggota Pengurus Badan Pembantu Prajurit. Aktif ikut dalam gerakan rahasia pemuda/pelajar/mahasiswa. Sebagai instruktur pemuda dan pelopor ikut melath pemimpin pemuda di kecamatan dan kewedanaan serta di sekolah-sekolah menengah dan di kantor/pabrik. Sebagai anggota pengurus Badan Pembantu Prajurit sering berkeliling ke asrama-asrama Peta/Heiho. Sebagai pemimpin dan pelatih pemuda mengalami beberapa kali konflik dengan pihak Jepang (latihan menurut rencana sendiri). Latihan ditutup dengan upacara rahasia, dengan lagu Indonesia Raya. Akhirnya 1944 terpaksa berhenti sebagai pegawai dan sesudah itu sering mondar-mandir Bandung-Jakarta-Semarang-Yogyakarta-Surakarta-Surabaya, untuk menghubungi kelompok-kelompok kawan sepertjuangan pelajar/mahasiswa/ pemuda dan t entara. Bersama teman-temannya ia menganut pendapat, bahwa jika perang sampai di Pulau Jawa, pasti akan timbul kekosongan setempat, yang akan member kesempatan untuk pemberontakan bersenjata, dan untuk itu perlu persiapan.* (*Tapi vakum terjadi kelak secara mendadak akibat bom dan bukan pendaratan sekutu) Masa Republik Indonesia Masa menjabat sebagai perwira TNI bertepatan waktunya dengan lahir, pertumbuhan dan tingkat-tingkat perkembangan ABRI serta perkembangan sistem territorial perang rakyat semesta dan kekaryaan khususnya. Dalam proses itu terjadi perannya yang aktif sejak permulaan sampai akhir masa jabatannya. Karena itu dengan mengikuti masa jabatannya, dapatlah pula menambah penjelasan perkembangan kekaryan ABRI khususnya dari perkembangan doktrin ABRI sebagai kekuatan rakyat pada umumnya. 1945 : Pada waktu Proklamasi duduk dalam Pimpinan Barisan Pemuda dan Barisan Pelopor dan Badan Pembantu Prajurit di Bandung. Setelah menerima berita Proklamasi, bersama pemuda Mashudi mendatangi dan mendesak Komandan Batalyon Peta di Cimahi, agar meresmikan satuannya jadi Tentara Republik dengan dukungan serta bantuan masa pemuda, namun komandan tersebut tidak bersedia, dan pada hari itu juga Jepang berhasil melucutinya. Setelah BKR didirikan ia menjadi penasihat Kepala BKR Bandung, gudang-gudang senjata dan pangkalan udara dapat dikuasai oleh pemuda dan BKR. Tapi karena kesimpangsiuran pimpinan di pihak kita, kembali divisi Jepang berhasil merebutnya dan menduduki tempat-tempat yang strategis sementara berunding. Kejadian ini merupakan pukulan berat bagi moril kita. Pasukan Gurkha dari Divisi 23 Inggris masuk Bandung dan tawanan Belanda muncul jadi pasukan KNIL, sehingga pihak kita semakin terdesak.* (*Kelak dapat diikuti keterangan Kolonel Miyamoto kepadanya tentang proses kapitulasi dan perintah Sekutu untuk menggunakan senjata terhadap kita dalam menjalankannya bahwa Jepang di Jawa Barat dikendalikan dan diawasi secara ketat oleh komando Inggris dan memerintahkan aksi divisi Jepang di Bandung sehingga Inggris masuk 10 Oktober. AD Jepang ingin menghindari pendudukan Sekutu seperti terjadi di Jerman) Kemudian tiba utusan Pak Urip di Bandung menyampaikan pesan berhubung dibentuknya TKR. Mayor Jenderal Didi Kartasasmita diangkat sebagai Panglima Komandemen Jawa Barat dan Kolonel A.H. Nasution sebagai Kepala Stafnya. Dalam jabatan ini ia berkeliling ke daerah-daerah untuk menyampaikan pedoman-pedoman pembentukan satuan-satuan di Priangan, Cirebon, Jakarta danBogor. Ia kembali ke Bandung Selatan pada bulan November setelah terjadi pertempuran-pertempuran sengit, yang dimulai dengan "Serangan Umum" terhadap kedudukan Inggris dan Belanda. Korban pihak kita besar sekali, karena belum berpengalaman dan senjata yang kita miliki hanya sedikit, disamping terus terjadi saling membunuh, bahkan terjadi beberapa penculikan terhadap tokoh-tokoh di Bandung. Sementara itu tibalah kawat Menteri Pertahanan : Ia diangkat menjadi Panglima Divisi III TKR/Priangan menggantikan Arudji Kartawinata, dengan tugas pertama untuk mereorganisasi dan mengkonsolidasi front Bandung untuk menghadapi Divisi 23 Inggris/India yang menduduki Bandung Utara. Selaku Panglima baru ia mengusahakan pembagian dan penerbitan sector dan penerbitan satuan. Diadakan garis kedua dan kedalaman pertahanan dengan dislokasi satuan di luar kota yang oleh lascar dituduh sebagai "mundur" dari garis depan. Pada waktu itu kekuatan laskar lebih banyak daripada TKR sendiri dan pimpinan pertempuran praktis berada dalam tangan "dewan perjuangan". Maka Panglima baru berpendapat, bahwa laskar perlu ditertibkan dibawah satu komando pertahanan Bandung. Penertiban itu telah menimbulkan konflik dengan sebagian laskar, sehingga TKR terpaksa melucutinya. Pasukan lain dapat diintegrasikan dalam TKR menjadi Resimen "Pelopor" dan Resimen "Perjuangan". Maka dengan itu dapatlah diakhiri pertikaian antara pasukan-pasukan Republik. Sementara itu operasi diutamakan kepada sasaran mencegat konvoi di luar kota. 1946 : Bandung Lautan Api. Dalam bulan Maret 1946 sebagai puncak pertempuran konvoi Sukabumi-Puncak-Cianjur-Bandung untuk pertama kali Divisi III menggunakan mortar-mortir dalam serangan terhadap Bandung Utara, yang mengakibatkan korban dikalangan penduduk Sipil Belanda, sehingga Panglima Divisi Inggris Jenderal Hawthorn memerintahkan pembalasan dengan serangan udara dan artileri. Kemduian Republik di ultimatum, supaya mengosongkan Bandung Selatan, ultimatum itu diterima baik oleh pemerintah pusat di Jakarta. PM Sjahrir mengutus Menteri Sjafruddin ke Bandung untuk menjelaskan, TRI harus keluar, tapi pemerintah sipil boleh terus tetap di dalam kota. Setelah pengalaman pen-Nica-an Jakarta dengan proses yang demikian, makak para pimpinan di Bandung tidak dapat menerima putusan itu. Panglima menemui PM dalam usaha untuk memperlunak atau menunda isi tuntutan Inggris tersebut, akan tetapi usaha ini tidak berhasil. PM berkata tidak mungkin lagi diusahakan perubahan. Beliau menasihatkan, supaya dilaksakan dengan tertib dan agar supaya TNI dihindari dari kehancuran, untku dibangun terus jadi tentara. Dengan demikian diadakanlah rapat komandan-komandan dan diputuskan bahwa akan diadakan serangan gerilya ke utara sambil membakar kota, sebelum pasukan meninggalkan kota. Peristiwa ini terkenal sebagai "Bandung Lautan Api". Selanjutnya Bandung Selatan diduduki oleh Brigade V (Kolonel Meier) dari KNIL. Oleh Dividi III berkali-kali digerakkan "serangan umum" secara gerilya ke dalam kota. Dimasa itu lahir lagu "Halo-halo Bandung", sebagai salah satu unsure penggerak semangat perjuangan untuk merebut Bandung kembali. Dalam pada itu "Panita Besar" re-organisasi TKR, yang diketuai oleh Pak Urip, menghasilkan dibentuknya Divisi I dari penggabungan Divisi Banten/Bogor,Divisi Jakarta/Cirebon dan Divisi Priangan. Komandan-komandan Resimen diundang ke Yogyakarta, kepada mereka diserahkan untuk memilih Panglima baru. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 20 Mei 1946 yang akhirnya dikenal sebagai Hari Jadi Divisi Siliwangi, yang setiap tahun dirayakan. Kolonel A.H. Nasution terpilih dan bersama-sama panglima-panglima baru dari seluruh Jawa dilantik dengan pangkat Mayor Jenderal oleh Presiden di Yogyakarta. Dalam Pemilu 1971 beilau tidak ikut sesuatu kegiatan, sesuai dengan ketentuan dari Menteri Hankam/Panglima ABRI bahwa anggota-anggota ABRI dilarang iktu dalam kampanye dan lain-lain kegiatan dalam rangka Pemilu itu. Sesungguhnya beliau berpendirian, bahwa sikap TNI haruslah berdiri di atas semua golongan untuk dapat dilanjutkan misi TNI sebaik-baiknya sebagai "integrator", "stabilisator" dan "dinamisator". Di MPRS telah disusun ringkasan : 1. Masa Hindia Belanda 1939-1940 : Guru di daerah Bengkulu dan di daerah Sumatera Selatan 1940-1942 : Cadet Vaandrig. Setelah kapitulasi Belanda, lari dari kesatuannya di Jember dan bersembunyi di desa (Sukabumi/Cianjur) sampai selesai militer-militer Indonesia dibebaskan oleh Jepang. 2. Masa Pendudukan Militer Jepang. 1943–1945 : Pengawai Kotapraja Bandung, Pemimpin Barisan Pemuda, dan Wakil Komandan Batalyon Barisan Pelopor. 3.Masa Republik Indonesia 1945 : Kolonel. Satu setengah bulan menjadi Kepala Staf Komandemen Jawa Barat, kemudian menjadi Panglima Divisi TKR (Priangan) 1946 : Mayor Jenderal. Panglima Divisi I Siliwangi (Jawa Barat), (Kemudian dengan sukarela menurunkan pangkat satu tingkat, menjadi Kolonel). 1948 : Mayor Jenderal. Wakil Panglima Besar APRI. Kemudian Kolonel (penuruan pangkat-pangkat satu tingkat dalam TNI). KSO (Kepala Staf Operasi) MBAP/Anggota Dewan Siasat Militer, dan mewakili tugas sehari-hari Panglima Besar, karena beliau dalam keadaan sakit (setelah terjadi peristiwa PKI). Kemudian Panglima Komando Jawa selama perang gerilya ke 2. 1949 : Kepala Staf Angkatan Darat RIS. 1950-1952 : Kepala Staf Angkatan Darat RI. 1952 : Berhenti sebagai KSAD. Ditawari sebagai pegawai tinggi atau masuk dinas luar negeri, tidak bersedia. Menulis buku-buku militer. 1954 : Memprakarsai gerakan kembali ke UUD 45, mendirikan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) yang ikut Pemilu. 1955 : (1) Terpilih sebagai anggota konstituante. Ditawari sebagai Menteri Negara, tidak bersedia.. (2). Mayor Jenderal, diangkat kembali menjadi KSAD. Ketua GKS (Gabungan Kepala-kepala Staf). 1958 : Letnan Jenderal. Anggota Dewan Nasional, mengusulkan dengan tertulis : Kembali Ke UUD 45. 1959 : Anggota Dekrit Presiden. Menteri Inti Keamanan/Pertahanan. Menteri Keamanan-Kepala Staf Angkatan Bersenjata (Menko Hankam/KSAB). 1960 : Jenderal. Anggota MPRS, Wakil Ketua Front Nasional. 1962 : (1). Wakil Panglima Besar Pembebasan Irian Barat. (2). Berhenti sebagai KSAD. Diangkat sebagai KSAB, disamping tetap menjadi Menteri Koordinator Hankam (tugas terbatas kepada koordinasi adminstrasi, berhubung komando ABRI beralih ke tangan Presiden/Pangti/Pangsar KOTI,yang dengan dibantu Staf KOTI yangn langsung membawahkan Menteri/Panglima-panglima Angkatan). 1965 : Sebentar diangkat kembali menjadi Wakil Panglima Besar, Setelah terjadi G30S/PKI, kemudian jabatan tersebut dihapuskan lagi. 1966 : (1) Februari 1966, setelah Tritura (aksi KAMI), diberhentikan sebagai Menko Hankam/KSAB (jabatan-jabatannya dihapuskan oleh Presiden). (2) Setelah Supersemar dan pembaruan cabinet, diangkat lagi sebentar sebagai Wakil Panglima Besar Komando Ganyang Malaysia (KOGAM). (3) Dipilih oleh Sidang Umum Ke-IV MPRS sebagai Ketua MPRS (1966-1972). (4) Anggota Dewan Kehormatan RI sampai 1972. 1972 : Dipensiun (berhenti dari semua tugas resmi RI dan ABRI). 1997 : Jenderal Besar TNI Kehormatan dengan SK Presiden RI No.46/ABRI/1997. Satu Oktober 1997 Pangkat Kehormatan sebagai penghargaan atas jasa-jasanya yang telah disumbangkan dalam pengabdian luar biasa besarnya terhadap Bangsa dan Negara RI pada umumnya dan TNI pada khususnya. 4. Misi Ke Luar Negeri. 1. Mendampingi Presiden ke India, Pakistan, dan Birma (1950) 2. Mengikuti delegasi ke PBB yang dipimpin oleh Presiden (1960). 3. Memimpin misi militer ke Amerika Serikat, Cinpac, Jepang, Singapura, Malaya, Thailand (1960) serta mengunjungi pusat-pusat latihan AP. 4. Dalam rangka konfrontasi untk pembebasan Irian Barat (akhir 1960) memimpin satu misi ke Moskow, menandatangani persetujuan pembelian senjata dengan Wakil Perdana Menteri Mikoyan untuk pembangunan pertahanan udara dan kekuatan ofensif AD, AL dan AU. 5. Memimpin misi ke India dan Pakistan dalam rangka Pembebasan Irian Barat (1961) untuk kemungkinan-kemungkinan kerja sama tertentu, jika konfrontasi meningkat jadi perang. 6. Memimpin misi ke Australia, Selandia Baru dan Filipina, dalam rangka konfrontasi Irian Barat (1961) untuk kemungkinan konfrontasi meningkat menjadi perang. 7. Memimpin misi ke Moskow, menandatangani persetujuan pembelian senjata kedua dengan Menteri Pertahanan Uni Sovyet, Marsekal Malinovsky (1961) untuk melengkapi kontrak pertama. 8. Memimpin misi ke Yugoslavia, menandatangani persetujuan kerja sama teknis militer dengan Menteri Pertahanan I Gosnyak. 9. Memimpin misi ke Prancis, Jerman dan Inggris dalam rangka pembebasan Irian Barat (1961) untuk usaha mendobrak embargo peralatan militer dan mencari kepastian tentang kemungkinan adanya ikatan Negara-negara tersebut dengan Belanda, jika konfrontasi meningkat jadi perang. Mengunjungi instalasi-instalasi dan latihan-latihan militer. 10. Berkunjung ke RPA dan Syiria untuk kerja sama jika konfrontasi meningkat jadi perang, pula dalam rangka bantuan untuk perjuangan Aljazair, sebagai lanjutan pembicaraan dengan PM Aljazair di Jakarta. 11. Memimpin misi ke Moskow, dalam rangka Dwikora, menandatangani persetujuan senjata ketiga dengan Menteri Pertahanan Malinovsky (1963) untuk perkembangan pertahanan udara dan pertahanan anti kapal selam. 12. Mewakili RI pada pemakaman Presiden Kennedy di Washington, berkunjung kepada satuan-satuan AD, AL, AU, merundingkan kerja sama civic missions, dan usaha menghindari embargo peralatan ABRI serta menjelaskan konfrontasi (1963) 13. Memimpin misi militer ke Yugoslavia, Turki, Prancis dan Jepang 1963. Menandatangani lagi persetujuan kerja sama RI-Yugoslavia. 14. Dalam rangka Dwikora memimpin misi ke Moskow, menandatanganni persetujuan senjata keempat dengan Wakil Menteri Pertahanan Marsekal Gretchko (1964) untuk pertahanan Pantai dan Selat, dan untuk pembangunan bengkel-bengkel induk pemeliharaan peralatan ABRI. 15. Menghadiri parade 20 tahun kemenangan USSR terhadap Jerman di Moskow dan melanjutkan dengan memimpin misi (1965) ke Polandia dalam rangka rencana pembangunan fasilitas-fasilitas pemeliharaan material (politik "berdikari") 16. Setelah ibadah haji kunjungan resmi ke Irak dan RPA (1971) 17. Memimpin misi MPRS ke Filipina, Jepang, Uni Sovyet, Nederland, Prancis, Aljazair dan Swiss (1971).
    DAFTAR TANDA JASA, KARYA DAN LAIN-LAIN 1. Tanda Kehormatan (1) Bintang Republik Indonesia Adipradana (2) Bintang Republik Kelas III (3) Bintang Republik Kelas II (4) Bintang Sakti (5) Bintang Dharma (6) Bintang Gerilya (7) Bintang kelas I Kartika Eka Paksi (8) Bintang Sewindhu, 8 Tahun Aktif di dalam Angkatan Perang, Oktober 1945-1953 (9) Bintang kelas I Bhayangkara, Bintang Penghormatan dari Kepolisian (10) Bintang kelas I Jalasena, Bintang Penghormatan dari Angkatan Laut. (11) Bintang kelas I Swa Bhuwana Paksa, Bintang Penghormatan dari Angkatan Udara. (12) Satya Lencana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan (13) Satya Lencana Kesenian XXIV (14) Satya Lencana Perang Kemerdekaan Pertama. (15) Satya Lencana Perang Kemerdekaan Kedua. (16) Satya Lencana Gerakan Militer (GOM I Operasi terhadap Permberontakan PKI 1948) (17) Satya Lencana GOM II (18) Satya Lencana GOM III (Operasi terhadap pemberontakan RMS di Maluku 1950) (19) Satya Lencana GOM IV (Operasi terhadap pemberontakan DI di Jawa Barat 1949-1962 (20) Satya Lencana GOM V (21) Satya Lencana Satya Dharma (pembebasan Irian Barat 19611962) (22) Satya Lencana Wira Dharma (Dwikora 1963-1966) (23) Satya Lencana Penegak (24) Satya Lencana Jasa Dharma dari Angkatan Laut. (25) Bintang kelas I Yudha Dharma. 2. Tanda-tanda Penghargaan dari Luar Negeri (26) Bintang Gajah Putih dari Kerajaan Thailand 1960 (27) Bintang Militer kelas I dari Yugoslavia 1960 (28) Medali kelas I Bendera Yugoslavia (Ordern Jugoslavia Zoztave I Reda 1961) (29) Bintang Kehormatan Tertinggi dari RPA 1961 (30) Bintang Kehormatan dari Presiden Filipina 1963 (31) Bintang Jasa dari RFD 1963 (32) Medali dari Uni Sovyet, untu memperingati ulang tahun ke 20 kemenangan Uni Sovyet terhadap Nazi Jerman 1965 (33) Bintang Datu Sikatema dari Filipina 1967 (34) Bintang Tertinggi Trimurti dari Ethiopia 1968 (35) Bintang Nederland : Brootkruis Oranje Nassau 1971 3. Keanggotaan Kehormatan : (1) Sesepuh Korps Siliwangi (2) Hiu Kencana Korps Kapal Selam ALRI (3) Korps Komando Angkatan Laut (4) Pasukan Para ari KKO-AL (5) Kesenjataan Kavaleri dari TNI-AD (6) Pemrakarsa/Pendiri dan Penasihat Legiun Veteran RI (Sampai Orde Baru) (7) Sesepuh (pendiri) Resimen-resimen Mahasiswa Mahawarman (Bandung) dan Mahajaya (Jakarta dan seterusnya) (8) Korps Kapal Selam dari Angkatan Laut Uni Soviet (9) Korps Kapal Selam dari Angkatan Laut Amerika Serikat (10) Pasukan Tank Turki (11) Divisi Gunung I dari Jerman Barat (12) Tanda Kehormatan dari Akademi Frunze Uni Soviet (13) The Ancient Order of Saint Barbara dari Sekolah Artileri dan Missile Amerika Serikat (14) Tanda Kehormatan Teknik Polandia (15) Penasihat Majelis Mahasiswa Indonesia (MMI) sampai 1996 (16) Tanda Kemampuan Staf dan Komando Kehormatan dari Seskoad 1968 Di bidang akademik gelar kehormatan antara lain : (17) Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Ketatanegaraan UISU, Medan 1962 (18) Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Negara, Universitas Andalas Padang 1962 (19) Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Politik, Universitas Padjajaran Bandung 1962 (20) Mandanao State Universitas Filipina, Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum 1971. "Allah Changeth not the condition of a Folk until they (first) cange that which is in their heart". 4. Karya-karya (Buku-buku) : (1) Pokok-pokok Gerliya, 1952 (telah diterbitkan/diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris, Arab dan Jerman) (2) Catatan-catatan Sekitar Politik Militer Indonesia, 1954 (3) TNI (3 Jilid) (4) Perintah Harian KSAD (Pelantikan 1955) (5) Ilmu Amaliyah dan Amal Ilmiah (Doctor Honoris Causa UISU dan Unpad 1961) (6) The Indonesia National Army and The Indonesian Revolution (Unand 1962) (7) Menuju Tentara Rakyat, 1963. Suatu kumpulan kuliah, pidato/ceramah. Telah diterbitkan /diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Towards Peoples Army. (8) Mengamankan Panji-panji Revolusi, 1964. Suatu kumpulan kuliah/pidato/ceramah. Telah diterbitkan/diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris : To Safeguard the Banner the Revolution. (9) Der Guerrila Krieg, Koln 1961 (10) Sejarah Perjuangan Nasional di Bidang Bersenjata (Ceramah di Front Nasional 1964) (11) Fundamentals of Guerrilla Warfare, New York 1965 (12) Banting Stir, Politik Pertahanan Keamanan, Jakarta 1966 (13) ABRI Penegak Demokrasi UUD 45, 1966 (14) A. Menegakkan Keadilan dan Kebenaran, Panji Tertinggi Order Baru, Jilid 1 1967 (tentang G30S/PKI), B. Idem Jilid 2 1968 (Keterangan Bekas Menko Hankam/Kasab berhubung dengan Pelengkap Nawaksara) (15) Kekayaan ABRI, 1970 (16) Demokrasi Pancasila (Ceramah di Departemen Luar Negeri 1970 diterjemahkan Bahasa Inggris (Pancasila Democracy) (17) Constitution an Constitutional Life in Indonesia, 1971 (18) Allah Changeth Not the Condition of a Falk Until They (fist) Change that which is in Their Hearts (Doctor Honoris Causa Mindanao State University 1971, "Nasib suatu Bangsa tidak akan berubah apabila Bangsa itu sendiri tidak hendak mengubahnya". (19) Himpunan Pidato MPRS 1971 (20) Speech in the Framework Intivitation Canada (1971) (21) Mahasiswa dan Kebangkitan Nasional, Jakarta 1996 (22) Sekitar Sejarah Perang Kemerdekaan 11 Jilid, (disusun 1952-1955 diterbitkan 1979) (23) (Memoar) Memenuhi Panggilan Tugas (1992) telah terbit Jilid 1 sampai dengan 9 (Jilid 2 dengan 2A dan 2B) 5. Setelah Pensiun Menulis Lagi : (1) Pembangunan Buktikan Kebenaran (Khutbah, 1974) (2) Berjuang sampai Tercapai Mardhatillah (id 1975) (3) Pemimpin Bertanggung Jawab (Khutbah 1977) (4) Dengan Kekuatan Iman Konsekuen Berjuang dan Berkorban (Khutbah, 1979) (5) Kerukunan Beragama 1977 (6) Kepemimpinan, 1977 : Ceramah-ceramah di ITB sejak 1973 (7) Arief Rahman Hakim, ceramah di UI 1976 (8) Pemikiran Kembali Order Baru, ceramah di Universitas Andalas 1972. (9) Dari Kup 1 Oktober 1965 ke Sidang Istimewa MPRS 1967 (10) Inti Konsensus Order Baru, 1981 (11) 10 Nopember 1945, (1976) (12) 01 Oktober 1965, Kebangkitan 1966, Koreksi/Pembaruan/Pembangunan 1974 (13) Mahasiswa dan Strategi Perjuangan Nasional (Ceramah di UGM, ITB), Jakarta 1974 (14) Memperingati 10 Tahun Gugurnya Pahlawan Ampera "Arief Rahman Hakim" (Ceramah di UI) Jakarta 1976 (15) Mendekatkan Jurang Pemisah antara si- Kaya dan si-Miskin, ceramah di Universitas Muhammadiyah, 1976 (16) Mahasiswa dan Kebangkitan Nasional, 1976 (17) Teladan Konsistensi Perjuangan, 1977 (18) Kumpulan Khutbah Idul Fitri/Idul Adha, 1972-1980 (19) Menyongsong Abad ke-XV Hijrah, ceramah 1978 (20) Memorandum ke DPR tentang Pelaksanaan UUD 45 secara murni dan konsekuen (21) Kenangan dan Renungan 5 Oktober 1987 (22) Taktik dan Strategi Peperangan Klasik dan Modern di Nusantara, 1989 (23) Sejarah dan Esensi serta Praktek Dwifungsi (24) Wawancara Soal-soal Historis Penting (MPRS/GBHN), 19 Desember 1948, Serangan Umum 1 Maret, Supersemar (25) Sekelumit Peristiwa "Bandung Lautan Api" (26) Ketetapan-ketetapan MPRS Tonggak Konstitusional Order Baru. (27) Lembaga Kesadaran Berkonstitusi (28) Pembangunan Moral Inti Pembangunan Nasional, Surabaya 1995 (29) Bisikan Nurani Seorangn Jenderal, Bandung 1997 (30) Selamatkan Demokrasi : Berdasarkan Jiwa Proklamasi dan UUD 1945 (31) (Memoar) Mengawal Nurani Bangsa (2008) terbit 3 Jilid (merupakan kelanjutan dari seri Memenuhi Panggilan Tugas) 6. Kegiatan Sosial : (1) Ketua Dewan Perwakilan Pemegang Saham PT.Arafat (Badan Pengangkutan Haji yang didirikan oleh pemerintah) (2) Penasihat Organisasi Islam Afro-Asia (3) Ketua Dewan Kurator dan Ketua Yayasan Universitas "Pancasila" dan Perguruan Tinggi Pembangunan Nasional, Sesepuh Universitas Merdeka (Malang), idem Universitas Islam Sumatera Utara (Medan) (4) Ketua Yayasan Perguruan "Cikini" (5) Penasihat Angkatan 45 (6) Penasihat Dewan Masjid Pusat (7) Sesepuh (Pendiri) Masjid Cut Mutiah.

From grandparents to grandchildren

Parents
Parents
 
== 2 ==
Raden Ayu Johanna Soenarti
birth: 1 November 1923, Surabaya, Level 9 = debog bosok Trah Pangeran Lanang Dangiran / Ki Ageng Brondong; Atau putera ke 2 dari 3 putera RP Sunaryo Gondokusumo ( Tokoh Pergerakan nasional / mendampingi Bung Tomo )
title: Mendapatkan Satya Lencana Kebaktian Sosial pada tahun 1975. Istri almarhum Jenderal Besar A.H Nasution, juga menperoleh beberapa penghargaan dari luar negeri seperti Ramon Magsaysay Award for Public Service dari Filipina.
marriage: Abdul Harris Nasution Jendral TNI AD
death: 20 March 2010, Jakarta, Istri Almarhum Jenderal Besar TNI A.H Nasution, Johana Sunarti,87, wafat karena sakit di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pudat, sekitar pukul 24:00 Wib
Abdul Harris Nasution Jendral TNI AD
birth: 3 December 1918, Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara
marriage: Raden Ayu Johanna Soenarti
death: 6 September 2000, Jakarta
== 2 ==
Children
Ade Irma Suryani Nasution
birth: 19 February 1960
death: 6 October 1965, Jakarta, adalah putri bungsu Jenderal Besar Dr. Abdul Harris Nasution. Ade terbunuh dalam peristiwa Gerakan 30 September yang berusaha untuk menculik Jenderal Besar Dr. Abdul Harris Nasution. Ade yang berumur 5 tahun tertembak ketika berusaha menjadi tameng ayahandanya.
Children

Personal tools
In other languages